![]() |
Sumber: Pixabay. |
Peter Pan adalah tokoh yang hidup dalam dunia Neverland, di mana ia bisa terbang, berpetualang, dan menolak untuk tumbuh dewasa. Dunia Neverland ini adalah dunia imajinasi dan fantasi, tempat di mana hukum-hukum realitas bisa diabaikan, dan di sini, Peter Pan mengajarkan tentang kebebasan dari keterbatasan dunia nyata.
Ernst Kris, seorang psikoanalis dan ahli teori kreativitas, banyak berbicara tentang pentingnya dunia fantasi dan imajinasi dalam proses kreatif. Kris melihat kreativitas sebagai kemampuan untuk menggunakan imajinasi dengan cara menghubungkan dunia bawah sadar dan dunia sadar. Kreativitas, menurut Kris, bukan hanya soal menghasilkan sesuatu yang baru, tetapi juga tentang kemampuan untuk mempertahankan dan menumbuhkan dunia imajinatif di dalam diri seseorang, tanpa terlalu dibatasi oleh realitas objektif.
Dalam pandangan Kris, kreativitas memungkinkan individu untuk tetap terhubung dengan dunia fantasi mereka, dan melalui proses tersebut, mereka bisa menciptakan karya-karya yang mengekspresikan pemikiran dan perasaan mereka. Seperti halnya Peter Pan yang menolak untuk tumbuh dewasa, kreativitas juga bisa menjadi bentuk pelarian dari tekanan dunia nyata, memungkinkan individu untuk mempertahankan kebebasan untuk berimajinasi dan menciptakan tanpa batasan.
Peter Pan menggambarkan dunia imajinasi yang bebas dan penuh petualangan. Dalam hal ini, Peter Pan menjadi simbol kreativitas yang bebas, yang tidak terikat pada hukum realitas atau tekanan untuk tumbuh dewasa dan menghadapi kenyataan hidup yang penuh tanggung jawab. Peter Pan dengan begitu bisa dianggap sebagai representasi dari proses kreatif yang tidak terhalang oleh keharusan untuk "menjadi dewasa" atau menyesuaikan diri dengan dunia nyata yang penuh struktur dan aturan.
Berbicara mengenai teori Ernst Kris tidak lepas dari sosok filsuf Sigmund Frued yang merupakan tokoh utama dalam aliran Psikoanalis.
Freud lebih menekankan pada sublimasi, yaitu proses di mana dorongan atau hasrat yang tidak dapat diterima dalam bentuk aslinya (seperti dorongan seksual atau agresif) dialihkan ke dalam bentuk yang lebih diterima secara sosial, seperti karya seni, musik, atau tulisan.
Freud menjelaskan dalam teorinya bahwa proses kreatif dari mekanisme pertahanan, yang merupakan upaya tak sadar untuk menghindari kesadaran mengenai ide-ide yang tidak menyenangkan atau yang tidak dapat diterima (Munandar, 2002:45-47). Sehingga untuk memahami teori Kris , kita harus mengetahui teori pertahanan yang dimaksud oleh Frued terlebih dahulu .
Dalam pandangan Freud, kreativitas adalah hasil dari proses sublimasi ini, di mana impuls yang semula bersifat destruktif atau tidak dapat diterima diubah menjadi karya-karya yang bermanfaat atau estetis. Proses ini memungkinkan individu untuk mengekspresikan dorongan-dorongan bawah sadar mereka dalam cara yang tidak merusak diri mereka sendiri atau masyarakat.
Berangkat dari teori mekanisme pertahanan Frued (teori regresi), Ernst Kris di sisi lain menekankan bahwa alih-alih sublimasi, mekanisme pertahanan regresi yaitu kecenderungan untuk beralih ke perilaku pada tingkat perkembangan sebelumnya yang memberi kepuasan jika perilaku sekarang tidak berhasil atau tidak memberi kepuasan juga sering muncul dalam tindakan kreatif (Munandar, 2002:45). Ernst kris menganggap orang dengan kreativitas tinggi adalah mereka yang paling mampu “memanggil” bahan dari alam pikiran tidak sadar (Munandar, 2002:47).
Contohnya adalah Leonardo da Vinci, yang menurut bukunya Psychoanalytic Explorations In Art (1952) memiliki pengalaman masa lalu yang unik dan dapat mempengaruhi karyanya.
Sebagai contoh, pada umumnya sebagai orang dewasa kita tidak pernah bisa seperti anak lagi. Akan tetapi, bagi orang kreatif tidak mengalami kesulitan atau hambatan untuk bisa “seperti anak” dalam pemikirannya. Mereka dapat mempertahankan sikap bermain dalam menghadapi masalah-masalah serius dalam kehidupan. Dengan demikian mereka mampu melihat masalah-masalah dengan cara yang segar dan inovatif, mereka melakukan regresi demi bertahannya ego.
Kreativitas dan peranannya dalam dunia pendidikan tidak lepas dari empat peran yaitu: peran pendidikan dalam keluarga, sekolah dan masyarakat serta individu itu sendiri sebagai bahan pengembang ide-ide kreatif. Keempatnya harus besinergi dalam menumbuhkan dan pengembangan kreativitas.
Ernst Kris membahas tentang bagaimana psikoanalisis dapat digunakan untuk memahami seni dan kreativitas. Psikoanalisis adalah seperangkat konsep dan asumsi yang menjadi dasar bagi hipotesis-hipotesis spesifik tentang perilaku manusia.
Psikoanalisis memiliki beberapa kelebihan:
Membantu memahami perilaku manusia yang kompleks
Menyediakan kerangka kerja untuk mempelajari faktor-faktor yang saling terkait
Memungkinkan kita untuk memformulasi hipotesis-hipotesis baru yang dapat diuji
Upaya saat ini untuk memahami seni melalui psikoanalisis berdasarkan pada asumsi bahwa sistem psikoanalisis yang lengkap dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang perilaku manusia.
Psikoanalisis dapat memberikan kontribusi terhadap studi seni jika digunakan secara lengkap dan tidak disederhanakan.
Studi seni dapat menjadi bagian dari ilmu pengetahuan yang lebih luas jika dipandang sebagai bagian dari studi komunikasi, yang melibatkan pengirim, penerima, dan pesan.
Psikoanalisis dapat digunakan untuk memahami aspek-aspek psikologis dari seni, yang dapat memberikan kontribusi terhadap pemahaman yang lebih luas tentang perilaku manusia.
Studi seni dapat menjadi bagian dari ilmu pengetahuan yang lebih luas jika dipandang sebagai bagian dari studi perilaku manusia, yang melibatkan aspek-aspek psikologis, sosial, dan budaya.
Pengalaman masa lalu, terutama pada masa kanak-kanak, dapat mempengaruhi proses berpikir, mimpi, dan karya seni seseorang.
Psikoanalisis telah membuat kemajuan besar dalam memahami bagaimana pengalaman masa lalu dapat mempengaruhi perilaku dan karya seni seseorang. Psikologi dari seni dapat memberikan kontribusi terhadap pemahaman yang lebih luas tentang perilaku manusia.
Studi seni dapat menjadi bagian dari ilmu pengetahuan yang lebih luas jika dipandang sebagai bagian dari studi perilaku manusia, yang melibatkan aspek-aspek psikologis, sosial, dan budaya.
Pengalaman masa lalu, terutama pada masa kanak-kanak, dapat mempengaruhi proses berpikir, mimpi, dan karya seni seseorang.
Psikoanalisis telah membuat kemajuan besar dalam memahami bagaimana pengalaman masa lalu dapat mempengaruhi perilaku dan karya seni seseorang.
Namun, Ernst Kris juga mengkritik bagaimana beberapa orang menggunakan psikoanalisis dengan cara yang oversimplifikasi (terlalu sederhana) dan tidak akurat.
Masih ada batasan dalam memahami bagaimana pengalaman masa lalu dapat mempengaruhi kreativitas dan kejeniusan seseorang.
Psikoanalisis dapat membantu memahami bagaimana pengalaman masa lalu dapat mempengaruhi karya seni seseorang, namun masih ada batasan dalam memahami bagaimana kreativitas dan kejeniusan dapat muncul dari pengalaman masa lalu tersebut dan pentingnya mempertimbangkan konteks historis dan budaya dalam memahami karya seni seseorang.
Psikiater dalam pekerjaan klinis mereka harus mempertimbangkan kebutuhan spesifik situasi lingkungan, namun dalam konteks seni, "realitas" di mana seniman mencipta sering diabaikan.
"Realitas" dalam konteks ini tidak hanya merujuk pada kebutuhan segera dan lingkungan material, tetapi juga pada struktur masalah yang ada saat seniman mencipta dan keadaan sejarah dalam perkembangan seni itu sendiri.
Sekolah-sekolah pemikiran psikoanalitis yang telah berkembang selama beberapa dekade 30an cenderung mengurangi kompleksitas pemikiran psikoanalitis dan menawarkan penyederhanaan dengan menciptakan dikotomi buatan.
Ernst Kris menekankan bahwa psikoanalisis adalah teori yang kompleks dan tidak dapat disederhanakan menjadi beberapa konsep sederhana. Ernst Kris juga menekankan pentingnya mempertimbangkan konteks sejarah dan sosial dalam memahami seni dan kreativitas. Dalam bukunya, Ernst Kris juga menyebutkan beberapa contoh bagaimana psikoanalisis telah digunakan dengan cara yang tidak akurat, seperti penggunaan konsep "akar biologis" dan "aspek sosial" yang tidak tepat. Secara keseluruhan, bukunya membahas tentang pentingnya menggunakan psikoanalisis dengan cara yang akurat dan kompleks dalam memahami seni dan kreativitas.
Dalam banyak kasus, psikoanalisis "diterapkan" di luar pekerjaan klinis dengan cara yang tidak tepat. Kutipan-kutipan yang terisolasi dari tulisan Freud sering digunakan untuk mendukung argumen-argumen yang tidak tepat.
Beberapa contoh penyederhanaan ini adalah:
- Mengabaikan akar biologis untuk menekankan aspek sosial
- Mengabaikan kondisi lingkungan
- Membatasi ruang lingkup dorongan insting
- Menghilangkan konstruk-konstruk yang berguna
- Penyederhanaan ini dapat mengurangi kegunaan psikoanalisis sebagai teori.
Hal ini seolah-olah mengimplikasikan bahwa pemahaman psikologis tentang seni memerlukan asumsi yang lebih sederhana daripada pemahaman psikologis tentang aktivitas yang lebih biasa atau eksklusif diselidiki oleh psikiater—pandangan yang tidak perlu dibantah begitu saja.
Pengabaian keadaan seperti ini difasilitasi oleh penggunaan kerangka konseptual yang disingkat dan sering vulgar, seperti yang terlihat dalam kontribusi C.G. Jung.
Psikoanalisis juga memiliki keterbatasan. Konsep dan asumsi dasar psikoanalisis harus direvisi dari waktu ke waktu untuk mempertahankan kegunaannya. Karya Freud terdiri dari upaya-upaya terus-menerus untuk menyatukan observasi-observasi rinci dengan kerangka penjelasan dan merevisi teori yang diperoleh.
Perkembangan psikoanalisis terus berkembang seiring dengan kemajuan penelitian dan pengumpulan data. Psikoanalisis terus berkembang dan mengalami perubahan radikal dalam konsep, asumsi dasar, dan hipotesis spesifik.
Banyak penulis telah berpartisipasi dalam proses revisi teori psikoanalisis, menggunakan observasi klinis sebagai dasar. Proses ini telah dipercepat dengan meningkatnya jumlah analis terlatih, dan "sekolah" pemikiran analitis muncul dan berkembang.
Kontroversi dalam psikoanalisis disebabkan oleh kesulitan dalam memutuskan antara proposisi alternatif dan kecenderungan untuk menggantikan diskusi dengan perselisihan.
Namun, pengujian hipotesis sering memerlukan waktu yang lama dan prosedur pengujian yang kompleks. Klarifikasi bergantung pada kemajuan bertahap dari wawasan yang diperoleh dari berbagai sumber bukti.
Studi yang berorientasi pada psikoanalisis dalam perkembangan anak menunjukkan aspek produktif dari "validasi". Psikoanalisis telah disederhanakan secara berlebihan sehingga tidak dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pemahaman perilaku manusia.
(Damar Pratama Yuwanto/berbagai sumber)
- Psychoanalytic Explorations In Art (1952).
- Istiqomah, D. (2017). Kreativitas dan pengembangannya dalam perspektif teori Ernst Kris. Golden Age: Jurnal Ilmiah Tumbuh Kembang Anak Usia Dini, 2(1), 1-10. https://doi.org/10.1234/goldenage.v2i1.017e.