Mungkinkah Naruto Mengalami Borderline Personality Disorder?

Jedadulu
0

 Salah Satu Momen Ikonik Ketika Naruto Duduk di Ayunan. (Foto: Tangkapan Layar Anime Naruto).


Naruto adalah sebuah serial manga karya Masashi Kishimoto yang diadaptasi menjadi serial anime. Manga Naruto bercerita seputar kehidupan tokoh utamanya, Naruto Uzumaki, seorang ninja yang hiperaktif.


Penderitaan Naruto dimulai sejak ia lahir. Pada saat kelahirannya, Obito yang mengenakan topeng, menyusup dan melepaskan Kurama dari tubuh Kushina, ibu Naruto. Setelah Kurama dilepaskan, kematian Kushina hanya tinggal menunggu waktu. Sementara itu, ayahnya, Minato, harus menyegel Kurama ke dalam tubuhnya dan tubuh Naruto menggunakan segel Shiki Fujin. Segera setelah segel selesai, Minato pun meninggal. Meskipun keduanya harus mengorbankan nyawa, mereka tetap berusaha melindungi Naruto yang hampir dibunuh oleh Kurama. Dengan demikian, pada hari kelahirannya, Naruto menjadi yatim piatu.


Meskipun sulit secara pasti menentukan jika karakter fiksi Naruto mengalami Borderline Personality Disorder atau tidak, masa kecilnya yang penuh kesedihan bisa saja membuatnya mengembangkan gejala gangguan mental ini sepanjang seri. Karena itu Kami menyerahkan pada pembaca untuk boleh percaya atau tidak.. 


Berdasarkan kriteria diagnostik untuk Gangguan Kepribadian Ambang (Borderline Personality Disorder) menurut DSM-5. Terdapat beberapa ciri-ciri yang jika anda perhatikan dengan seksama menunjukkan kemiripan dengan kepribadian Naruto sepanjang seri:


1. Upaya yang putus asa untuk menghindari pengabaian yang nyata atau dibayangkan. (Catatan: Tidak termasuk perilaku bunuh diri atau mutilasi diri yang dicakup dalam Kriteria 5.)


2. Pola hubungan interpersonal yang tidak stabil dan intens, yang ditandai dengan perubahan antara ekstrem idealisasi dan devaluasi.


3. Gangguan identitas: citra diri atau rasa diri yang tidak stabil dan berlangsung lama.


4. Impulsivitas dalam setidaknya dua bidang yang berpotensi merugikan diri sendiri (misalnya, pengeluaran, seks, penyalahgunaan zat, mengemudi yang tidak bertanggung jawab, makan berlebihan). (Catatan: Tak termasuk perilaku bunuh diri atau mutilasi diri yang dicakup dalam Kriteria 5.)


5. Perilaku bunuh diri berulang, gerakan, atau ancaman, atau perilaku mutilasi diri.


6. Ketidakstabilan afektif karena reaktivitas mood yang mencolok (misalnya, dysphoria episodik intens, irritabilitas, atau kecemasan yang biasanya berlangsung beberapa jam dan jarang lebih dari beberapa hari).


7. Perasaan kosong yang kronis.


8. Kemarahan yang tidak tepat, intens, atau kesulitan mengendalikan kemarahan (misalnya, tampilan kemarahan yang sering, kemarahan konstan, perkelahian fisik berulang).


9. Ideasi paranoid yang berhubungan dengan stres atau gejala disosiatif yang parah.


Naruto sebenarnya  tidak memenuhi semua gejala yang tercantum dalam DSM. Yang paling jelas sepanjang seri kita tak pernah melihat Naruto memiliki keinginan bunuh diri. 


Borderline Personality Disorder juga menampilkan perilaku bunuh diri berulang, ancaman, atau tindakan mutilasi diri. Perilaku ini seringkali dipicu oleh ancaman perpisahan atau penolakan, atau oleh harapan bahwa individu tersebut akan mengambil tanggung jawab yang lebih besar.


Tapi jika Naruto menunjukkan kebanyakan gejala dan gejala tersebut cukup mengganggu kemampuannya dalam bersosialisasi, masih memungkinkan untuk mendapatkan diagnosis gangguan mental. Hal ini tergantung pada bagaimana gejala tersebut memengaruhi kehidupan Naruto, serta pertimbangan profesional kesehatan mental yang melakukan evaluasi.


DI dunia nyata Naruto mungkin tidak didiagnosis dengan Gangguan Kepribadian Ambang (BPD) secara penuh. Namun, Naruto bisa didiagnosis dengan gangguan kepribadian lain yang memiliki gejala mirip atau gangguan kepribadian dengan ciri-ciri tidak lengkap.


Gejala yang muncul pada BPD bisa sangat mirip dengan gejala episode depresi atau episode manik (bipolar). Oleh karena itu, seorang profesional kesehatan (misalnya, psikiater atau psikolog) harus berhati-hati dalam memberikan diagnosis tambahan. Maksudnya adalah, mereka harus memastikan bahwa gejala yang muncul benar-benar berasal dari BPD, dan bukan hanya merupakan bagian dari episode depresi atau bipolar yang sedang terjadi.


Singkatnya, jika seseorang mengalami gejala yang mirip dengan BPD tetapi itu lebih disebabkan oleh episode gangguan lain (seperti depresi atau bipolar), maka diagnosis BPD tidak perlu ditambahkan.


Dalam beberapa kasus, seseorang yang menunjukkan gejala ringan atau belum lengkap dari BPD bisa didiagnosis dengan Gangguan Kepribadian Ambang Tidak Lengkap atau dengan diagnosis Gangguan Kepribadian Lain yang Tidak Spesifik (Other Specified Personality Disorder, OSPD).


Diagnosis BPD atau gangguan kepribadian lainnya sebaiknya dilakukan oleh seorang profesional kesehatan mental yang berpengalaman, yang akan melakukan penilaian menyeluruh terhadap gejala, sejarah hidup, dan dampak yang ditimbulkan oleh gejala tersebut.


Berikut adalah gejala dan  kisah masa muda Naruto yang berperan terhadap terbentuknya kemungkinan dia mengalami Gangguan Kepribadian Ambang atau Borderline Personality Disorder:


 1. Tuntutan untuk Mendapatkan Pengakuan dan Penerimaan dari Orang Lain


Pola perilaku yang terlihat pada gangguan kepribadian ambang (BPD) dapat ditemukan di banyak budaya dan negara di seluruh dunia. Faktor-faktor sosial dan budaya tertentu mempengaruhi tuntutan untuk mendapatkan pengakuan dan penerimaan dari orang lain.


Ambisi Naruto untuk menjadi Hokage mencerminkan asal usulnya yang misterius, serta keinginannya untuk mendapatkan perhatian dan persetujuan dari desa yang membencinya . Hal itu mungkin juga  kesalahan Sarutobi dan bagaimana ia gagal untuk benar-benar membantu anak itu.


2. Impulsivitas dalam setidaknya dua bidang yang berpotensi merugikan diri sendiri 


Ketidakpastian dalam beradaptasi, bisa memicu perilaku impulsif, ketidakstabilan emosi, perilaku agresif atau ledakan emosi, serta pengalaman disosiatif yang seringkali dikaitkan dengan BPD.


Individu dengan gangguan kepribadian borderline (GKB) menampilkan impulsivitas dalam setidaknya dua bidang yang berpotensi merugikan diri sendiri. Mereka mungkin melakukan perilaku berisiko seperti berjudi, menghabiskan uang secara tidak bertanggung jawab, makan berlebihan, menyalahgunakan zat, melakukan hubungan seks yang tidak aman, atau mengemudi secara sembrono.


Naruto sering menganggap dirinya sebagai ninja terkuat karena ambisinya untuk menjadi Hokage. Namun, sifat sombong ini menyebabkan sikap ceroboh  dan melakukan prilaku berisiko, terutama saat menghadapi situasi sulit, seperti pertempuran atau menjalankan misi. Kecerobohannya sering kali membawa Naruto dalam masalah serius yang bahkan bisa mengancam nyawanya sendiri. Selain itu, tindakan cerobohnya juga sering merugikan teman-temannya.


Percaya diri memang penting untuk mengendalikan situasi, tetapi jika rasa percaya diri itu terlalu tinggi, bisa berbalik merugikan diri sendiri. Sebagai ninja yang hiperaktif, Naruto sering menunjukkan sikap terlalu percaya diri. Dia selalu yakin bahwa semua musuh dapat dengan mudah dikalahkan. Namun, sikap tersebut sering kali muncul tanpa mempertimbangkan situasi yang sebenarnya, sehingga malah merugikan dirinya sendiri.


3.  Hubungan yang Rumit atau Penuh konflik dengan Figur Otoritas


Salah satu prilaku  Naruto yang sering kita lihat dalam anime adalah kurang menghormati orang yang jauh lebih tua darinya. Kita bisa melihat sikap tak terpuji dari Naruto ini ketika dia berhadapan dengan Jiraiya alias betapa genit. Meskipun sudah akrab, tetap saja sebagai Ninja yang masih belajar harus menghormati yang lebih tua. Naruto juga sering berdebat dengan Tsunade yang saat itu telah diangkat menjadi Hokage kelima.


Naruto memiliki sosok seperti ayah dalam diri Jiraiya, yang selalu mendampinginya dalam latihan. Secara kebetulan, Jiraiya adalah ayah baptis Naruto yang juga memberikan nama untuknya, yang terinspirasi dari karakter dalam novel ciptaan Jiraiya. Meskipun sering bertengkar, Jiraiya merupakan satu-satunya sosok keluarga terdekat yang dimiliki Naruto. Sayangnya, Jiraiya harus meninggal tragis setelah dibunuh oleh Pain, pemimpin Akatsuki.


4. Trauma Masa Kecil yang Menyebabkan Kepribadian Ambang


Dikutip dari Psychologytoday.com, penelitian yang dilakukan oleh para peneliti dari Ruhr-University Bochum di Jerman mengungkapkan bahwa individu dengan kepribadian ambang (BPD) memiliki riwayat trauma masa kecil yang lebih signifikan dibandingkan dengan mereka yang tidak mengidap BPD. Penelitian lain juga menunjukkan temuan serupa, di mana sekitar 80 persen orang dengan BPD mengalami pengabaian emosional, kekerasan fisik, atau kekerasan seksual selama masa kanak-kanak.


Setelah kelahirannya, Kushina menitipkan Naruto kepada Hiruzen, namun entah sejak usia berapa, Naruto yang masih sangat kecil akhirnya dilepas untuk tinggal sendiri dengan hanya diberi uang saku bulanan. Sebagai seorang anak kecil yang ditinggal sendirian, Naruto tentu saja menderita. Tidak jarang, dia kehabisan uang dan sering merasakan kelaparan. Bahkan, ada momen di mana Naruto harus memancing ikan untuk bisa makan. Dua hal yang membuatnya menyukai ramen adalah kebaikan Teuchi yang selalu memberinya ramen lengkap di Ichiraku, serta kenyataan bahwa Naruto hanya bisa memasak ramen instan.


Naruto hidup sebatang kara tanpa keluarga, dan perlakuan warga desa padanya pun tidak menyenangkan. Semua itu terjadi setelah Danzo membocorkan informasi bahwa Naruto adalah Jinchuriki Kyubi yang baru, penyebab kematian Hokage Keempat. Karena hal ini, Naruto menjadi sosok yang ditakuti dan dibenci oleh seluruh warga desa, meskipun dia tidak bersalah. Bahkan, anak-anak sebayanya pun menjauhinya, terpengaruh oleh pandangan orang tua mereka. Untuk mendapatkan perhatian dari warga desa, Naruto pun sering bertindak usil.


5. Perasaan Kosong dan Kesepian yang Kronis

Individu dengan gangguan kepribadian ambang mungkin terganggu oleh perasaan kosong dan kronis, yang dapat terjadi bersamaan dengan perasaan kesepian yang menyakitkan (Kriteria 7).  Naruto juga terlihat mudah bosan, Naruto sering mencari kegembiraan untuk menghindari perasaan kosongnya yang nyata atau dibayangkan akibat trauma masa lalunya.


Hal inilah yang membuat Naruto sangat menghargai ikatan pertemanan dan persahabatan. Selain itu, dia juga mendapat pelajaran berharga dari guru Kakashi, yang mengajarkan bahwa "orang yang melanggar peraturan adalah sampah, tetapi orang yang meninggalkan temannya adalah lebih buruk dari sampah.


Sepanjang seri terlihat jelas Naruto seringkali mencari perhatian dengan melakukan upaya yang putus asa untuk menghindari pengabaian.


Naruto sering mencari perhatian lewat tindakan konyol dan nakal, baik dengan mencorat-coret wajah patung Hokage, menjahili teman-temannya selama di Akademi Ninja, atau membuat Guru Iruka kesal. Bisa dibilang, Naruto memiliki ketakutan yang mendalam akan ditinggalkan dan merasa kesepian. 


 6. Kemarahan yang tak Tepat, Intens, atau Kesulitan Mengendalikan Kemarahan 


Pada suatu titik, Naruto sangat membenci Ekor Sembilan yang ada di dalam tubuhnya. Selain dibenci oleh desa karena Kyubi, dia juga kesulitan mengendalikan chakra Kyubi yang ada dalam tubuhnya. Bahkan, Naruto pernah melukai orang-orang terdekatnya, seperti Sakura. Namun, seiring berjalannya waktu, Naruto berhasil mengatasi kebenciannya terhadap Kyubi, yang dikenal sebagai Kurama, dan akhirnya menjadikannya sebagai teman. Keberadaan Kyuubi di tubuh Naruto berperan membentuk gejala ini.

 

Individu dengan gangguan kepribadian ambang mungkin menunjukkan ketidakstabilan afektif yang disebabkan oleh reaktivitas suasana hati yang sangat kuat (misalnya, disforia episodik yang intens, mudah marah, atau cemas yang biasanya berlangsung beberapa jam dan hanya jarang lebih dari beberapa hari) (Kriteria 6). Suasana hati dasar yang disforik pada mereka dengan gangguan kepribadian ambang sering terganggu oleh periode kemarahan, kepanikan, atau keputusasaan dan jarang dipulihkan oleh periode kesejahteraan atau kepuasan. Episode-episode ini mungkin mencerminkan reaktivitas ekstrem individu terhadap stres interpersonal.


Individu dengan gangguan ini sering mengekspresikan kemarahan yang tidak tepat, intens atau memiliki kesulitan mengendalikan kemarahan mereka (Kriteria 8). Mereka mungkin menunjukkan sarkasme yang ekstrem, kebencian yang mendalam, atau ledakan verbal. Kemarahan ini sering muncul ketika seorang pengasuh atau pasangan dianggap mengabaikan, menahan, tidak peduli, atau meninggalkan. Ekspresi kemarahan seperti ini sering diikuti oleh rasa malu dan rasa bersalah dan berkontribusi pada perasaan mereka yang merasa jahat.


Tetapi ini umumnya tidak cukup parah atau lama untuk memerlukan diagnosis tambahan. Episode-episode ini terjadi paling sering sebagai respons terhadap pemisahan yang nyata atau yang dibayangkan. Gejala cenderung bersifat sementara, berlangsung beberapa menit atau jam.  

 

(Damar Pratama Yuwanto/berbagai sumber)









Tags

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)