Keluarga adalah yang Utama bagi Andika Perkasa
Jenderal (Purn) TNI Andika Perkasa dan istrinya, Diah Erwiany Trisnamurti Hendrati (kanan). (Foto: istimewa)
JAKARTA -- Siapa sangka jika Calon Gubernur (Cagub) Jawa Tengah (Jateng) 2024 Andika Perkasa merupakan sosok family man, namun bukan tipe pria yang romantis. Bagi Andika, keluarga adalah hal yang utama.
"Karena saya melihat dalam keluarga saya sendiri, adik kakak ada yang nggak berhasil, ada yang berhasil. Dan itu bukan hal yang kecil karena kalau begitu orang nggak berhasil, waduh. Ini bukan hanya bagi yang bersangkutan, kakak atau adik saya, tapi juga buat anak-anaknya," ujar Andika baru-baru ini.
Andika menilai keluarga yang gagal itu tidak akan mempunyai akses, kesempatan, seperti ketika orang tuanya lebih berhasil. "Kita bukannya diskriminatif, tapi itu kan sesuatu yang bisa kita kawal-lah, walaupun juga bukan kewenangan kita seratus persen," jelasnya.
Andika berpandangan bahwa itu tergantung pada banyak variabel lain yang menentukan berhasil tidak. Akan tetapi, minimal harus bisa memastikan yang bisa dicapai itu harus tercapai. "Misalnya dalam hal keluarga, karena kami, saya melihat di dalam keluarga saya sendiri. Orang tua saya, ibu saya bukan pernikahan yang pertama, itu pernikahan kedua dengan bapak saya," katanya.
Sehingga, sambung Andika, dari pernikahan pertama ibunya ada tiga anak. "Dan ibu saya waktu itu ditinggal karena suaminya punya istri kedua, istri ketiga sehingga ibu saya pergi."
Tapi, lanjut Andika, dalam perjalanannya tidak bisa dari nol lagi. Ada variabel anak sehingga begitu dapat suami baru juga tidak begitu mudah menyatukan.
"Bapak baru saya mungkin belum bisa menerima, sementara anak-anak ibu saya ini juga kan tidak minta dilahirkan. Mereka sebagai anak kecil harus tinggal bersama neneknya. Mungkin juga kepengen lihat teman-temannya dijemput sama ibunya sama bapaknya, dia nggak bisa," ujar Andika.
Andika mengenang bahwa ada begitu banyak variabel dan begitu banyak kepedihan yang dirasakan. "Saya lihat sendiri sebagai anak kecil. Dan itu tidak ringan. Ibu saya nangis terus, kakak-kakak saya juga yang dari bapak yang berbeda juga kasihan, korban intinya. Jadi makanya saya dari awal begitu saya menikah, yang saya katakan sama Hetty, ini adalah pernikahan saya yang pertama dan terakhir," tandasnya.
Untuk itulah, Andika bertekad pernikahannya dengan Diah Erwiany Trisnamurti Hendrati atau Hetty harus menjadi yang pertama dan terakhir. "Itu sebuah janji, sebuah keyakinan dan komitmen. Tapi keyakinan itu harus ada dulu," cetusnya.
Andika menikahi Diah Erwiany Trisnamurti Hendrati pada 1992 dan dari pernikahan tersebut dua sejoli itu dikaruniai tiga orang anak. Uniknya tak ada dari anak-anaknya yang mengikuti jejak sang ayah untuk menjalani karier di dunia militer.
"Jadi adik-adik juga pasti bisa, selama tadi kita ada niatan. Jadi keutuhan keluarga yang saya pegang ini karena memang saya melihat korban-korban tadi yang tidak lain adalah kakak saya sendiri, ibu saya sendiri. Sedangkan pendidikan juga begitu. Kita memang harus tekun karena saya juga pernah jadi anak waktu SD, waduh raport saya merah terus. Saya ingat hampir nggak naik kelas." jelas Andika.
Andika mengenang bahwa saat kelas 2 SMP juga hampir tak naik kelas. "Yang saya ingat selalu merah dari SD sampai kelas 2 SMP itu apa? Berhitung. Dulu di raport itu tulisannya berhitung, bukan matematika. Nggak pernah biru, nggak ngerti-ngerti."
Tapi kemudian begitu hampir tak naik kelas saat kelas 2 SMP kuartal ke-3, atau tinggal satu kuartal lagi, ibu Andika keluar dari ruangan kelas. "Saya lihat wajahnya. Wah wajahnya sudah asem gini kan, pasti bad news ini kan?" kenangnya.
Begitu sang ibu mendekat Andika, ia mengatakan, 'Andik, kamu kalau nggak bisa memperbaiki nilai merahmu, ada 5 waktu itu, kamu nggak naik. Kalau kamu nggak naik yang malu bukan ibu, kamu!'.
"Cuma gitu saja, nggak marah. Saya langsung runtuh. Waduh, saya langsung kalau saya nggak naik sama adik kelas yang mungkin ini malu banget sih rasanya gimana gitu," jelas Andika.
Andika sejak saat itu berubah. "Saya nggak pernah mau main lagi. Dulu kan waktu kita kecil, kan mainnya di depan rumah saja. Kan dipanggil-panggil tuh, 'Andik, Andik'. Jadi teman itu sudah menggoda manggil-manggil supaya kita keluar main, saya nggak mau lagi. Karena saya nggak mau lagi, saya spent more time untuk studi, akhirnya bisa, malah juara kelas," katanya.
Jadi, menurut Andika, ternyata sebetulnya tidak ada orang yang bodoh. "Hanya kita mungkin perlu lebih banyak waktu untuk melihat tadi, belajar terus sampai bisa," pungkasnya.
(dkd)
Post a Comment