Sejarah Zaman Edo, Masa Kejayaan Samurai di Bawah Keshogunan Tokugawa
Tokugawa Ieyasu. (Sumber Wikipedia). |
Zaman Edo (江戸時代, Edo jidai) atau periode Tokugawa (徳川時代, Tokugawa jidai) adalah salah satu fase penting dalam sejarah Jepang yang berlangsung dari 1603 hingga 1868.
Zaman Edo merupakan masa kejayaan samurai. Selama periode ini, Jepang berada di bawah pemerintahan Tokugawa shogunate, yang mendirikan stabilitas politik dan sosial di seluruh negeri.
Samurai, sebagai kelas penguasa dan pengawal, memainkan peran kunci dalam masyarakat Jepang pada waktu itu. Mereka memiliki hak istimewa, seperti hak untuk memakai pedang, dan diharapkan menjaga ketertiban serta melindungi negara. Selama era ini, banyak nilai dan tradisi samurai berkembang, termasuk bushido, kode etik samurai.
Periode ini dimulai dengan pendirian Keshogunan Tokugawa oleh Tokugawa Ieyasu di Edo (sekarang Tokyo) dan diakhiri dengan Restorasi Meiji yang mengembalikan kekuasaan ke kekaisaran Jepang. Selama periode ini, Jepang mengalami pertumbuhan ekonomi, stabilitas sosial, dan kedamaian, serta menerapkan kebijakan luar negeri isolasionis. Periode ini juga dikenal dengan nama Ōedo (大江戸, Oo-Edo) yang berarti "Edo yang Agung."
Sebelum Zaman Edo, Jepang mengalami periode Sengoku (akhir abad ke-15 hingga awal abad ke-17), sebuah era kekacauan dan perang antar daimyo (penguasa lokal). Pada akhir periode ini, Tokugawa Ieyasu berhasil mengakhiri konflik melalui kemenangan dalam Pertempuran Sekigahara pada tahun 1600.
Pada 24 Maret 1603, Tokugawa Ieyasu diangkat sebagai shogun oleh kaisar Jepang, mendirikan Keshogunan Tokugawa dan memindahkan ibu kota pemerintahan ke Edo (sekarang Tokyo). Ini menandai dimulainya Zaman Edo.
Keshogunan Tokugawa mengatur Jepang melalui sistem feodal yang melibatkan 300 daimyo yang memerintah wilayah-wilayah mereka sendiri di bawah kekuasaan shogun. Pemerintahan Tokugawa dikenal dengan kebijakan yang mengatur semua aspek kehidupan, termasuk sistem kelas sosial yang ketat.
(Damar Pratama Yuwanto/berbagai sumber)
Pada abad ke-17, shogun Tokugawa menerapkan kebijakan isolasionis yang dikenal sebagai "Sakoku," yang membatasi hubungan luar negeri dan perdagangan dengan negara-negara asing. Jepang hanya mengizinkan perdagangan dengan Belanda dan China di Pelabuhan Nagasaki, sementara kontak dengan negara lain, terutama Eropa, sangat dibatasi.
Selama Zaman Edo, Jepang mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat. Perdagangan domestik dan pertanian berkembang, dan kota-kota seperti Edo, Kyoto, dan Osaka menjadi pusat komersial dan budaya. Seni dan budaya, seperti ukiyo-e (seni grafis), kabuki (teater), dan haiku (puisi), berkembang pesat.
Pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19, Jepang mengalami krisis ekonomi dan sosial. Krisis pertanian, bencana alam, dan ketidakpuasan sosial mengarah pada kerusuhan di berbagai daerah.
Pada awal abad ke-19, shogun Tokugawa melaksanakan reformasi yang dikenal sebagai Reformasi Tempō untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Meskipun reformasi ini mencoba memperbaiki keadaan, dampaknya terbatas dan ketidakpuasan semakin meluas.
Ketidakpuasan terhadap pemerintah Tokugawa semakin meningkat, terutama setelah kedatangan kapal-kapal Amerika di bawah pimpinan Commodore Matthew Perry pada tahun 1853, yang memaksa Jepang membuka pelabuhan-pelabuhannya untuk perdagangan internasional. Hal ini memicu gerakan untuk mengembalikan kekuasaan kepada kekaisaran.
Perang Boshin: Pertarungan antara pasukan pro-kekaisaran dan pasukan shogun Tokugawa memuncak dalam Perang Boshin (1868-1869). Akhirnya, pasukan pro-kekaisaran menang, dan pada 3 Mei 1868, Restorasi Meiji diumumkan, menandai berakhirnya Zaman Edo dan mengembalikan kekuasaan ke kaisar.
Zaman Edo meninggalkan warisan budaya yang signifikan dan menandai transisi penting menuju Jepang modern yang dimulai dengan Restorasi Meiji.
(Damar Pratama Yuwanto/berbagai sumber)
Post a Comment