RajaBackLink.com

Kritik Acara MasterChef Indonesia dalam Konteks Krisis Pangan dan Pembuangan Makanan


                              MasterChef Indonesia season 12. (Sumber:Instagram/@masterchefina)

Indonesia, sebagai negara dengan populasi besar, masih menghadapi masalah serius terkait gizi dan kesehatan anak-anak. Banyak anak di tanah air mengalami kelaparan dan stunting, yang berdampak negatif pada pertumbuhan dan perkembangan mereka. Menurut data dari Kementerian Kesehatan, sekitar 22% anak-anak di Indonesia mengalami stunting, sebuah kondisi di mana anak-anak memiliki perkembangan fisik dan kognitif yang jauh di bawah rata-rata usia mereka akibat kekurangan gizi. Masalah ini diperburuk oleh ketimpangan sosial-ekonomi dan kurangnya akses terhadap makanan bergizi.

Krisis pangan global juga sangat meresahkan di Afrika. Menurut laporan dari Program Pangan Dunia (WFP), sekitar 282 juta orang di Afrika mengalami kelaparan kronis. Di negara-negara seperti Somalia, Ethiopia, dan Sudan Selatan, krisis pangan sangat parah, dengan jutaan anak-anak yang terancam oleh kekurangan gizi yang akut. Banyak anak di Afrika yang tidak hanya menghadapi masalah stunting, tetapi juga mengalami malnutrisi berat, yang berdampak pada kesehatan fisik dan mental mereka.

Gambar anak-anak yang mengais-ngais makanan di zona konflik seperti di Palestina memberikan gambaran yang lebih menyedihkan. Dalam situasi perang dan ketidakstabilan politik, anak-anak di wilayah-wilayah tersebut sering kali harus mencari makanan di reruntuhan dan tempat-tempat yang tidak layak. Mereka berjuang keras hanya untuk mendapatkan sesuap makanan, yang menggarisbawahi krisis pangan global yang lebih luas dan ketidakadilan yang ada.


Chef Arnold membuang makanan salah satu kontestan MasterChef Indonesia

Di tengah situasi kritis ini, acara televisi seperti MasterChef Indonesia menampilkan hal yang tak menunjukkan rasa kemanusiaan  terkait dengan sikap mereka terhadap makanan. MasterChef Indonesia, seperti acara realitas memasak lainnya, sering kali menampilkan adegan di mana para juri mengacak-acak makanan atau membuangnya ke tong sampah dalam konteks kompetisi dan hiburan. Praktik semacam ini menimbulkan pertanyaan serius tentang etika dan penghargaan terhadap makanan, terutama ketika mempertimbangkan situasi kelaparan yang dihadapi oleh banyak anak-anak di seluruh dunia.

Makanan adalah sumber kehidupan kehidupan manusia dan merupakan anugerah berharga yang diberikan oleh bumi, banyak binatang dan tumbuhan yang harus mati demi menjadi makanan manusia. Mengacak-acak makanan dan membuangnya tanpa pertimbangan tidak hanya menunjukkan ketidakpedulian terhadap sumber daya yang berharga, tetapi juga bisa menjadi contoh buruk bagi penonton. Penonton, terutama anak-anak bisa terpengaruh oleh perilaku tersebut dan belajar untuk tidak menghargai makanan dengan seharusnya.

Di balik setiap piring makanan terdapat proses panjang yang melibatkan banyak orang, mulai dari petani hingga koki, yang bekerja keras untuk menyediakan bahan makanan. Penghargaan terhadap makanan seharusnya melibatkan rasa syukur dan tanggung jawab untuk tidak membuangnya dengan sembarangan.

Dengan mempertimbangkan krisis pangan yang ada, ada baiknya bagi acara televisi seperti MasterChef Indonesia untuk lebih sadar dan bertanggung jawab terhadap cara mereka memperlakukan makanan dalam tayangan mereka. 

 

Sumber:

1. Data tentang Stunting di Indonesia:

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. "Prevalensi Stunting di Indonesia." [Kementerian Kesehatan RI] (https://www.kemkes.go.id/).

2. Data tentang Kelaparan di Afrika:

Program Pangan Dunia (WFP). "Global Report on Food Crises 2023." [WFP](https://www.wfp.org/publications/global-report-food-crises-2023).

FAO (Food and Agriculture Organization). "The State of Food Security and Nutrition in the World 2023." [FAO](https://www.fao.org/publications/sofi/en/).


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.