RajaBackLink.com

Jepang Tunjukan Bangsa Asia Mampu Menyaingi Bangsa Eropa Dalam Perang Ini

 


Perang antara Jepang dan Rusia berlangsung sejak tanggal 10 Februari 1904 hingga 5 September 1905. Kemenangan Jepang atas Rusia di tahun 1905 menginspirasi dan memicu semangat nasionalisme di berbagai negara Asia, termasuk Indonesia yang selama masa kolonialisme tertanam mental rendah diri jika bangsa Eropa yang berkulit putih lebih maju dan superior dalam segala hal dibandingkan bangsa Asia.

Bagi bangsa Asia, hal tersebut akan menjadi awal dari keseimbangan kekuatan dengan dunia Barat. Juga menjadikan Jepang sebagai pemain geopolitik utama.

Bagi Rusia, kekalahan ini menandakan lemahnya rezim Tsar Nikolay II dan keruntuhan Kekaisaran Rusia secara perlahan.

Kemenangan Jepang atas Rusia membuktikan jika Bangsa Asia mampu bersaing atau bahkan mengalahkan Bangsa Eropa. Peperangan ini utamanya terjadi karena perebutan Kota Port Arthur (kota pelabuhan di China) dan Jazirah Liaodong, ditambah dengan jalur rel dari pelabuhan tersebut ke Harbin.

Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, berbagai negara Barat bersaing memperebutkan pengaruh, perdagangan dan wilayah di Asia Timur, sementara Jepang berjuang untuk menjadi sebuah negara modern yang besar.

Pada awal abad ke-20, Rusia telah menjadi kekuatan dunia yang diperhitungkan dengan wilayah yang luas di Eropa Timur dan Asia Tengah. Sementara itu, Jepang juga dipandang sebagai kekuatan Asia berkat Restorasi Meiji yang terjadi pada 1868.

Pada 1904, Kekaisaran Rusia yang diperintah oleh Tsar Nicholas II yang otokratis (keputusan berpusat pada pemimpin), dipandang sebagai salah satu kekuatan teritorial terluas di dunia. Masih di tahun yang sama, pusat pengiriman Siberika dari Vladivostok terpaksa ditutup selama berbulan-bulan akibat musim dingin.

Oleh sebab itu, Kekaisaran Rusia butuh pelabuhan air hangat di Samudra Pasifik, baik untuk tujuan dagang maupun pangkalan untuk angkatan lautnya yang sedang tumbuh. Guna mengatasi masalah tersebut, Tsar Nicholas mengarahkan perhatiannya pada Semenanjung Korea dan Liaodong di China. Kekaisaran Rusia lantas menyewa pelabuhan di Semenanjung Liaodong dari China, yang dikenal dengan nama Port Arthur.

Lokasi Jepang mendorongnya untuk memusatkan perhatian pada Dinasti Joseon Korea dan Dinasti Qing di Tiongkok utara, sehingga membuat negara itu bersaingan dengan tetangganya, Rusia. Upaya Jepang untuk menduduki Korea menyebabkan pecahnya Perang Tiongkok-Jepang.

Selama 19 bulan berlangsung, pertempuran ini telah memakan banyak korban jiwa. Setidaknya sekitar 150.000 pasukan dari kedua belah pihak tewas di medan perang.

Setelah perang Jepang-Cina pada 1894-1895, Kekaisaran Jepang mengakuisisi Port Arthur (sekarang provinsi Lushunku di Tiongkok), yang diperebutkan oleh Kekaisaran Rusia.

Kekalahan yang dialami Tiongkok dalam perang Tiongkok Jepang pertama menyebabkan ditandatanganinya Perjanjian Shimonoseki (17 April 1895). Dengan perjanjian itu Tiongkok melepaskan klaimnya atas Korea, dan menyerahkan Taiwan selain penyerahan Lüshunkou (sering disebut Port Arthur).

Namun, tiga kekuatan Barat (Rusia, Kekaisaran Jerman dan Republik Ketiga Prancis ) melalui Intervensi Tiga Negara pada 23 April 1895 menekan Jepang untuk menyerahkan Port Arthur, dan belakangan Rusia (tahun 1898) merundingkan penyewaan pangkalan Angkatan Laut selama 25 tahun dengan Tiongkok. Sementara itu, pasukan-pasukan Rusia menduduki sebagian besar wilayah Manchuria dan Rusia maupun Jepang berusaha mengambil alih Korea.

Pada 1858, Kekaisaran Rusia mengakuisisi wilayah "Zolotoy Rog" dari Tiongkok di Pasifik dan mendirikan pelabuhan Vladivostok. “Namun, pesisir laut itu hanya dapat digunakan selama bulan-bulan musim panas dalam setahun.”

Dengan dukungan Prancis dan Jerman dalam apa yang disebut sebagai Intervensi Tiga Negara, Nikolay II berhasil menguasai wilayah tersebut.

Selain itu, tentara Rusia menduduki Manchuria pada tahun 1900 selama Pemberontakan Boxer di Tiongkok. Hal ini menambah ketegangan pada hubungan yang sudah rapuh dengan Kekaisaran Jepang.

Setelah gagal mendapatkan perjanjian yang menguntungkan dengan Rusia, Jepang mengirimkan sebuah ultimatum pada 31 Desember 1903, memutuskan hubungan diplomatik pada 6 Februari, dan mulai menyerang dua hari kemudian. Kedua pihak mengeluarkan pernyataan perang pada 10 Februari 1904.

Menurut hukum internasional, serangan Jepang tidak dapat dianggap sebagai serangan tersembunyi, karena ultimatum telah dikeluarkan. Namun demikian, setelah serangan Pearl Harbor, sering kali dikatakan bahwa ini adalah salah satu contoh bahwa Jepang menyukai melakukan serangan mendadak.

Port Arthur, di Jazirah Liaodong di selatan Manchuria, telah diperkuat Rusia hingga menjadi sebuah pangkalan Angkatan Laut besar. Jepang membutuhkan kekuasaan laut untuk berperang di daratan Asia, karena itu tujuan militer pertama mereka adalah menetralkan armada Rusia di Port Arthur.

Pada 8 Februari malam, armada Jepang di bawah pimpinan Admiral Heihachiro Togo memulai peperangan dengan sebuah serangan torpedo mendadak pada kapal-kapal Rusia di Port Arthur, sehingga membuat dua kapal perang Rusia rusak parah.

Serangan-serangan itu berkembang menjadi Pertempuran Port Arthur esok paginya. Serangkaian pertempuran laut yang tidak memberikan hasil yang menentukan pun terjadi.

Pada kesempatan itu, Jepang tidak berhasil menyerang Rusia dengan menggunakan meriam darat dari pelabuhan, dan armada Rusia menolak untuk meninggalkan pelabuhan itu dan pergi ke laut terbuka, khususnya setelah kematian Admiral Stepan Osipovich Makarov pada 13 April.

Pertempuran-pertempuran ini memberikan perlindungan bagi sebuah pasukan Jepang untuk mendarat dekat Incheon di Korea, dan dari sana mereka menduduki Seoul dan seluruh Korea dalam waktu singkat. Pada akhir April, tentara Jepang di bawah Kuroki Itei bersiap-siap menyeberangi Sungai Yalu ke Manchuria yang saat itu diduduki Rusia.

Sebagai jawaban terhadap strategi Jepang yang memberikan kemenangan cepat untuk menguasai Manchuria, Rusia melakukan tindakan-tindakan penghalang untuk memperoleh cukup waktu untuk menunggu tibanya pasukan-pasukan tambahan yang datang melalui jalan kereta api Trans-Siberia yang panjang. Pada 1 Mei 1904, pecahlah Pertempuran Sungai Yalu.

Dalam pertempuran ini pasukan-pasukan Jepang menyerang sebuah posisi Rusia setelah mereka menyeberangi sungai itu tanpa menghadapi perlawanan. Ini adalah sebuah pertempuran besar pertama dari perang ini di daratan. Pasukan-pasukan Jepang bergerak maju dan mendarat di beberapa titik di pantai Manchuria, serta melakukan sejumlah pertempuran hingga memukul balik pasukan-pasukan Rusia ke Port Arthur.

Pertempuran-pertempuran ini, termasuk Pertempuran Nanshan pada 25 Mei, ditandai oleh kekalahan besar Jepang dalam penyerangan kepada sejumlah posisi kuat Rusia, tetapi tentara Rusia tetap bersikap pasif dan tidak melakukan serangan balasan.

Di laut, perang ini sama brutalnya. Setelah penyerangan pada 8 Februari terhadap Port Arthur, pasukan Jepang berusaha mencegah pasukan Rusia menggunakan pelabuhan itu.

Pada akhirnya, pertempuran brutal dan panjang antara Rusia dan Jepang diakhiri dengan perjanjian damai dan kemenangan Jepang. Kekaisaran Jepang, yang saat itu dianggap terbelakang dan menjadi sasaran penjajahan, secara spektakuler mengalahkan Kekaisaran Rusia. Perang ini akan selamanya membekas di benak masyarakat Jepang dan Rusia.

(Damar Pratama Yuwanto/berbagai sumber)


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.