RajaBackLink.com

Pembahasan Pseudohistory: Kekuasaan Majapahit Ternyata Sampai Benua Australia

Kekuasaan Majapahit. (foto: idsejarah.net)



Sejarah semu (bahasa Inggris: pseudohistory), seperti dikutip dari Wikipedia, adalah sebuah karya yang diklaim sebagai sejarah tetapi tidak mengikuti metode sejarah yang umum. Karya tersebut memiliki agenda politik, religius, atau ideologis.

Karya tersebut tidak diterbitkan dalam jurnal akademik dan tidak dilakukan penilaian sejawat. Bukti yang ada berupa spekulasi, kontroversial, tidak bersumber dengan benar, dan kadang berat sebelah, serta keluar konteks. Karya tersebut juga bergantung pada teori konspirasi.

Sejarah semu bukan berarti itu seratus persen salah tapi besar kemungkinan kalau itu salah karena belum diverifikasi oleh lembaga ilmiah. Kalau sejarah itu tak memiliki cukup bukti meski memiliki beberapa argumen dasar, maka itu bisa disebut pseudohistory. Begitu juga kalau memiliki cukup bukti dan argumen dasar namun berasal dari argumen dan interpretasi pribadi dan tak memiliki metodologi penulisan.

Fakta sejarah yang valid itu juga bisa disebut pseudohistory, contohnya teori adanya kerajaan di Indonesia sebelum masehi karya Annunaki, tentang dewa alien yang dipuja masyarakat Sumeria karya Zacharias Sichin yang dibantah oleh banyak sejarawan, dan tema yang akan kita bahas tentang bukti adannya Kerajaan Majapahit di Australia yang masih dijadikan perdebatan di kalangan sejarawan.

Salah satu kesulitan sejarawan di Indonesia memang karena terlalu minimnya catatan tertulis yang ada pada era kerajaan Indonesia di zaman kuno dan abad pertengahan. Jangankan teori sejarah yang bisa kita katakan liar seperti Australia yang dikuasai Majapahit yang jelas jelas pseudohistoris, kebanyakan sejarawan meragukan luas wilayah Majapahit yang dianggap klaim sepihak Negarakertagama.

Banyak yang beranggapan jika luas wilayah Majapahit hanya mencakup Jawa Tengah, Bali, dan Jawa Timur, fiktifnya perang bubat, bahkan foto populer tentang Mahapatih Gajah Mada yang bisa ditemukan di buku-buku kurikulum sekolah. Banyak yang meragukan jika foto itu adalah rekonstruksi asli wajah Gajah Mada.

Sebab, tak mungkin wajah seorang mahapatih besar seperti Gajah Mada kepalanya dijadikan celengan. Adapula yang menganggap wajah Gajah Mada yang selama ini kita lihat di buku pelajaran sekolah diilhami oleh wajah Muhammad Yamin sendiri, seorang nasionalis ekstrimis yang menyusun teks Sumpah Pemuda dan menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.

Muhammad Yamin saat itu berusaha mencari model kerajaan kuno di Indonesia yang dianggap dapat mempersatukan Indonesia seperti Majapahit dan Sriwijaya untuk menunjukkan pada Belanda jika pribumi Nusantara memiliki impact besar terhadap peradaban manusia dan tak baru menjadi beradab ketika kedatangan Belanda. Yang harus kita pahami Majapahit bUKAN 'kerajaan' dan tak bisa dibandingkan dengan definisi Barat maupun definisi modern dalam memahami luas wilayah dan bentuk negarannya, melainkan sebuah Kemaharajaan Mandala atau lebih enak dibilang Kekaisaran Persemakmuran.

***

Kerajaan Majapahit berbeda dengan Indonesia yang memiliki luas wilayah kedaulatan yang jelas dan dilindungi oleh hukum internasional. Majapahit tak memiliki laut teritorial atau zona ekonomi eksklusif (ZEE), melainkan hanya bentang alam seperti gunung dan lautan yang memisahkan antara satu kerajaan dengan kerajaan lain. Bahkan dalam Mandala, dua Mandala bisa menguasai wilayah Mandala atau Vassal State yang sama. Vassal State ini tak tunduk langsung pada kebijakan pemerintah pusat di Trowulan melainkan hanya bertugas memberikan upeti pada negara induk yaitu Kemaharajaan Mandala Majapahit.

Contoh lain yang agak mirip bagaimana Jerman Timur meski merupakan negara merdeka yang tak masuk wilayah Uni Soviet dalam peta, tetap merupakan wilayah yang tunduk pada Moskow. Jadi bisa dibilang bukan menjajah dalam konteks Belanda ke Indonesia tapi pengaruh perdagangan, kekuasaan, atau mungkin kewajiban Suku Aborigin, suku asli asal Australia, membayar upeti ke Trowulan.

(Disclaimer: Pembahasan ini adalah pseudohistori atau sejarah semu yang belum dijadikan mufakat kebenarannya di antara para sejarawan. Jadi tolong tetap skeptis dan jangan percaya sepenuhnya pada artikel ini. Kita akan membahas ini hanya untuk menambah wawasan saja.)

Pendapat jika luas wilayah Majapahit mencapai Australia yang paling populer adalah yang dikemukakan oleh Drs. K.H. Ng. Agus Sunyoto, M.Pd. Agus adalah seorang penulis, sejarawan, dan salah satu tokoh Nahdlatul 'Ulama (NU). Ia pernah menjabat sebagai Ketua Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) PBNU.

Salah satu karya fenomenalnya adalah buku Atlas Wali Songo yang mengisahkan penyebaran agama Islam di Nusantara yang tokoh-tokohnya nyata atau tidak sekadar dongeng. Buku tersebut telah dinobatkan sebagai buku nonfiksi terbaik pada 2014. Menurut Agus, dalam videonya yang berdurasi sekitar 12 menit, Nusantara bukan hanya Indonesia dan Asia tenggara yang kita kenal saat ini.

Bukti kedatangan orang-orang Majapahit di Australia adalah ditemukan banyaknya koin koin Majapahit yang disimpan oleh suku Aborigin. Belum lagi adannya tempat yang bernama Kayu Jawa, Mattura Nambi, dan masih banyak lagi nama-nama tempat di Australia yang memakai bahasa Jawa Kuno, serta tempat tempat suci yang juga memakai bahasa Jawa Kuno.

Seperti adanya pohon asam di Australia yang bukan asli dari Australia dan banyak arkeolog yang menemukan Cetbang di Majapahit yang membuktikan jika Majapahit sudah menemukan Australia. Dan banyaknya bukti jika orang-orang Majapahit juga bisa berbahasa Makassar. Agus juga menyayangkan karena pelajaran di sekolah tidak mengajarkan jika kerajaan-kerajaan di Nusantara pernah menguasai wilayah itu, melainkan benua kosong yang ditemukan James Kook.

Agus juga mengeklaim Majapahit sudah menjelajah Madagaskar dan Cina tapi tak mengetahui Australia. Baginya hal yang aneh dan tak masuk akal karena adannya doktrin Nusantara hanyalah Asia tenggara. Ia juga mengungkapkan kalau Australia ditemukan James Kook adalah hal tak berdasar yang diklaim pihak Barat. Bahkan sejarah mengajarkan Majapahit tak mengenal senjata api untuk menggambarkan Indonesia terbekalang, tapi belakangan ditemukan meriam dengan cap Majapahit yang dikonfirmasi oleh orang-orang Portugis yang memiliki prajurit bersenjata meriam.

Bahkan mereka juga mencatat jika Malaka dilengkapi oleh meriam yang dibeli atau diimpor dari Jawa yang dibeli dari Majapahit atau Demak. Ia juga mengatakan jika sejarah kebesaran harus diungkapkan sesuai porsinya bukan dari catatan Belanda yang ingin mempertahankan mental iralander atau mental ketidakpercayaan diri bangsa yang terjajah.

Selain pendapat Agus ada beberapa bukti kontak antara pribumi Australia dan orang-orang Nusantara, referensi tentang Australia dan penduduk asli Australia telah tercatat di Jawa pada abad 10 Masehi. Menurut Prasasti Waharu IV (931 M) dan Prasasti Garaman (1053 M), Kerajaan Medang dan Kerajaan Kahuripan zaman Airlangga (1000-1049 M) di Jawa mengalami masa kemakmuran panjang sehingga membutuhkan banyak tenaga terutama untuk membawa hasil panen, mengemas, dan mengirimkannya ke pelabuhan. Tenaga kerja berupa orang kulit hitam diimpor dari Jenggi (Zanzibar), Pujut (Australia), dan Bondan (Papua).

Menurut Frits Hermann van Naerssen, seorang sarjana epigrafi Jawa dan tokoh awal dalam Studi Asia Australia, orang-orang kulit hitam itu tiba di Jawa dengan jalur perdagangan (dibeli oleh pedagang) atau ditawan saat perang dan kemudian dijadikan budak. Kehadiran orang Jawa di Australia telah dilaporkan oleh penduduk asli Asia Tenggara dan Eropa selama beberapa abad. Catatan paling terkenal adalah dari catatan perjalanan Chiaymasiouro, yang disebutkan sebagai raja Demak, dan buku Declaraçam de Malaca e India Meridional com o Cathay oleh Manuel Godinho de Erédia.

Pedro de Carvalhaes bercerita pada Erédia tentang perjalanan Chiaymasiouro ke sebuah tanah bernama Luca Antara di arah Tenggara Jawa. Cerita ini menyakinkan Eredia terhadap adanya tanah di selatan dan menyesuaikan Marco Polo-nya Java la Grande dengan istilahnya sendiri, yaitu Meridional India (India Selatan).

Menurut catatan Chiaymasiouro (1601 M), subkelompok orang Jawa sudah menetap di tanah tersebut, tetapi ketika pelayan Eredia pergi ke Luca Antara pada tahun 1610, tanah tersebut tampaknya telah ditinggalkan. Penemuan Cetbang Meriam Majapahit di Australia, bagian dari sebuah meriam yang berasal dari Indonesia ditemukan di pantai Dundee, wilayah Australia bagian utara.

Temuan itu mengubah sejarah kontak awal dengan Australia, yang semula dipercaya dimulai oleh bangsa Eropa. Meriam yang ditemukan berupa bagian yang digunakan untuk menembak. Pecahan meriam itu ditemukan oleh seorang pria lokal bernama Christopher Doukas pada tahun 2010. Temuan itu selanjutnya diteliti oleh ilmuwan.

Segera setelah penemuan, ilmuwan Australia menduga bahwa meriam itu merupakan milik pelayar Indonesia. Meriam berasal dari abad ke-16, pada permulaan hubungan dagang teripang yang melibatkan orang-orang Makassar. Menurut dugaan ilmuwan, pelayar asal Indonesia tersebut kehilangan meriamnya. Diduga, kapal yang digunakan oleh pelayar itu tenggelam. Meriam pun terbawa arus hingga sampai ke wilayah Australia.

Dugaan itu dibenarkan oleh Matt Cupper dari University of Melbourne. Membersihkan bagian meriam dan menganalisisnya dengan teknik optik, Cupper mengonfirmasi bahwa artefak itu berusia 150 tahun. Analisis logam pun mampu mengonfirmasi asal-usul logam yang dipakai untuk membuat meriam.

"Meriam Dundee Beach penting karena ini mungkin artefak paling awal yang ditemukan di wilayah utara Australia. Ini mungkin juga bukti kontak Australia dengan dunia luar yang lebih awal dari kedatangan Inggris," kata Cupper seperti dikutip Daily Mail pada 2013.

Sebelumnya dipercaya bahwa orang pertama yang datang ke Australia adalah Kapten James Cook asal Inggris pada tahun 1770. Bila meriam ini terbukti berasal dari masa tersebut, maka bisa dibilang bahwa kontak manusia dengan Australia sudah dimulai sebelum James Cook.

Sejarah juga mencatat bahwa sudah ada penjelajah asal Belanda, Willem Janszoon, yang datang ke Australia pada tahun 1606. Beberapa tahun kemudian, orang Belanda lain, Dirk Hartog, juga sudah sampai di benua itu. Temuan lain, berupa koin, malah mengungkap bahwa kontak manusia dengan Australia sudah dimulai sejak lebih dari 1.000 tahun lalu. Saat itu, diduga sudah ada perdangan antara India, Afrika, dan Australia.

Sejak tahun 1600-an --beberapa puluh tahun sebelum Inggris menancapkan bendera di Australia--pelaut Makassar dari Pulau Sulawesi telah berlayar ribuan kilometer melewati Samudera Hindia untuk berdagang dengan orang Aborigin, suku Yolŋu di Arnhem Land, Australia Utara. Pelaut Makassar datang untuk mendapatkan timun laut atau tripang, komoditas yang bernilai tinggi di Cina untuk bahan obat-obatan dan makanan.


(Damar PY)


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.