Muhammad, Nama Terbanyak untuk Bayi di Inggris
Bayi baru lahir/ilustrasi (foto: pixabay) |
Sebuah penelitian yang dilakukan BabuCentre, situs parenting yang berbasis di Inggris, menemukan bahwa Muhammad menjadi nama paling populer di Inggris. Muhammad bahkan secara konsisten menjadi nama terbanyak yang digunakan bayi laki-laki di Inggris selama lima tahun berturut-turut.
Beberapa tahun terakhir, populasi Muslim di Inggris menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan. Namun kenaikan ini juga dibarengi dengan meningkatnya kasus Islamofobia di Inggris dan sejumlah negara di Eropa. Nama yang mencirikan Muslim ini juga menjadi salah satu alasan terjadinya diskriminasi dan tindakan Islamofobia.
Selain Muhammad, nama bayi yang menempati peringkat atas lainnya untuk anak laki-laki dan perempuan pada tahun 2021 antara lain, Fatima, Ali, dan Layla. Penemuan ini memprediksi bahwa Islam bisa menjadi agama paling sukses di dunia Barat dalam waktu yang tidak lama lagi.
Sementara itu, dilansir dari Abna24, 15 Desember 2021, Dewan Hak Asasi Manusia Islam yang berbasis di London, Inggris, mengadakan konferensi kesadaran Islamofobia, dan mengundang para cendikiawan, aktivis, dan korban diskriminasi untuk bersama membahas solusi bagi persoalan Islamofobia yang banyak menyerang umat Muslim.
Pada 2015 silam mantan presiden Amerika Serikat Donald Trump mengagetkan dunia dengan kebijakan ‘rasis’-nya yang melarang sejumlah negara Muslim untuk datang ke Amerika Serikat. Disusul dengan pernyataan politisi sayap kanan Belanda Geert Wilders yang secara blak-blakkan yang memojokkan Islam.
Belum lama ini, Lauren Boebert, anggota kongres Amerika Serikat, juga menjadi buah bibir setelah ujaran rasisnya kepada sesama anggota kongres Illan Omar. Boebert menyamakan Omar dengan teroris. Proposal kontroversial yang diajukan Paul Gosar, yang juga merupakan anggota kongres Amerika Serikat, juga memantik kecaman Mufti Palestina karena mengusulkan pembongkaran Masjid Al-Aqsa.
Pada konferensi kesadaran Islamofobia yang diselenggarakan oleh Komisi Hak Asasi Manusia Islam yang berbasis di London, panelis membuka diskusi tentang seberapa banyak minoritas Muslim yang harus berjuang menghadapi pemerintah non-Muslim yang tidak memihak pada kelompok minoritas.
Depolitisasi masjid dan diskriminasi generasi muda menjadi perhatian utama dalam diskusi. Anggota kongres juga secara bersama mencari solusi untuk memerangi penindasan dan mengintensifkan penegakkan keadilan.
Pertumbuhan kelompok ektremisme sayap kanan yang semakin subur di seluruh Eropa, yang didukung oleh sejumlah undang-undang rasis yang menargetkan Muslim, seperti larangan memakai pakaian Islami hingga penutupan masjid juga menjadi fokus dalam diskusi ini.
(nnn)
Post a Comment