Anak Penyandang Disabilitas Khawatir tak Bisa Kembali ke Sekolah
Penyandang disabilitas (foto: pixabay)
Data penelitian Save the Children yang dilakukan di 46 negara pada Juli 2020, menemukan fakta bahwa terdapat 85 persen orang tua (ortu) terutama ibu dari anak–anak penyandang disabilitas khawatir anak–anak mereka tidak bisa kembali ke sekolah. Bahkan orang tua dari anak perempuan penyandang disabilitas hampir tiga kali lebih cenderung tidak yakin anaknya dapat kembali bersekolah.
“Kekhawatiran orang tua sangat dapat dipahami, karena tantangan yang dihadapi anak–anak penyandang disabilitas sangat besar bahkan tiga kali lipat. Kesetaraan akses, minimnya pemahaman warga sekolah menjadi isu utama. Selain itu juga terbatasnya pengetahuan dan keterampilan para tenaga pendidik dalam memberikan layanan pendidikan inklusi masih menjadi tantangan besar,” ujar Selina Patta Sumbung, CEO Save the Children Indonesia, awal Juni 2021.
Selina juga menegaskan bahwa risiko learning lost terhadap anak penyandang disabilitas juga berimbas pada tumbuh kembang anak tersebut. Jika anak disabilitas tidak mendapatkan hak pendidikan, maka hal ini dapat berdampak pada kondisi kesehatan mental dan fisik anak. "Masalah ini perlu segera ditangani, pemerintah, organisasi, dan masyarakat harus segera bersama-sama memprioritaskan akses dan layanan pendidikan inklusi yang berkualitas,” jelasnya.
Di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, kekhawatiran yang sama juga dialami oleh para orang tua dengan anak–anak penyandang disabilitas, termasuk tantangan terkait tidak meratanya akses, minimnya penerimaan masyarakat, dan terbatasnya sarana dan prasarana penunjang agar anak–anak penyandang disabilitas dapat belajar.
“Di masa pandemi semua pembelajaran menjadi online, setiap hari latihan soal dan harus dicatat di buku tulis padahal saya mengalami keterbatasan fisik untuk menulis. Sebaiknya guru–guru bisa lebih dekat dengan anak–anak disabilitas sehingga guru bisa memahami kebutuhan dan tantangan yang dihadapi anak-anak seperti saya,” tutur Ranti, 16 tahun, penyandang disabilitas fisik, yang juga anggota Bumi Disabilitas.
Menjawab permasalahan tersebut, melalui gerakan #SaveOurEducation yang diinisiasi oleh Save the Children, aksi nyata dengan memberikan dukungan kepada anak–anak disabilitas dan orang tua pun dilakukan. Misalnya melalui kunjungan ke 50 rumah anak–anak penyandang disabilitas dengan memberikan beragam kegiatan seperti membaca buku, belajar bersama, melukis sampai dengan sesi konseling serta kegiatan lainnya. Kegiatan ini bekerja sama dengan komunitas Bumi Disabilitas dan para relawan.
Tak hanya kunjungan langsung, memperingati Hari Anak Internasional yang jatuh pada setiap tanggal 1 Juni, Save the Children juga memberikan ruang dan kesempatan kepada anak–anak penyandang disabilitas untuk berdialog secara langsung dengan Bupati Kabupaten Bandung dan Direktur Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus, Kemendikbud Ristek, tentang tantangan yang selama ini dihadapi terutama saat pandemi Covid-19 serta harapan anak-anak untuk pendidikan inklusi.
“Saya berharap diperbanyaknya akses pendidikan gratis untuk anak disabilitas agar tidak ada lagi anak-anak disabilitas yang putus sekolah karena alasan biaya. Dan guru juga lebih bisa memberikan cara belajar yang sesuai dengan keragaman disabilitas anak,“ jelas Ranti.
(nnn)
Post a Comment