Membayangkan Berkunjung ke Rumah Pohon Suku Korowai Papua
Foto: Pinterest |
Indonesia tersohor dengan keindahan alamnya. Itu sepertinya sudah menjadi rahasia umum ya. Seperti judul lagu gubahan R Suharjo, keindahan bumi Nusantara tersebar mulai mulai dari Sabang (Aceh) sampai Merauke (Papua).
Jika selama ini kami sudah mengunjungi beberapa bagian barat wilayah Indonesia, tak ada salahnya ya kami mencanangkan rencana berkunjung ke wilayah timur sampai ke Papua. Memang hal yang pertama kami pikirkan kala merencanakan destinasi wisata ke Papua adalah ongkos yang bisa dibilang tak murah alias mahal untuk isi kantong kami. Kami pun khawatir kantong dan isi tabungan kami jebol.
Konon, ongkos ke Papua hampir sama atau bahkan lebih mahal dibanding berkunjung ke luar negeri, misalnya ke Jepang atau Korea. Ya mungkin karena jaraknya yang memang jauh dari Jakarta, bisa delapan sampai sepuluh jam perjalanan dengan menggunakan pesawat. Namun kami percaya masih ada beragam celah yang bisa dimanfaatkan untuk berhemat saat berwisata ke sana. Ah itu biar kami sendiri yang memikirkannya.
Meski terkesan mahal di ongkos, kata yang sudah pernah berkunjung sih, semuanya akan terbayar dengan keindahan alam Papua yang masih begitu asri dan cantik sekali. Oia, Papua yang berada di negeri kita sendiri merupakan nama pulau terbesar kedua di dunia setelah Greenland. Dari wikipedia, Papua total luasnya 785.753 km2. Gede banget.
Setelah ngobrol dengan anak-anak, tujuan wisata yang kami bidik di Papua bukanlah yang mainstream seperti Raja Ampat, Lembah Baliem, atau Danau Sentani. Tujuan kami adalah mengunjungi rumah pohon di Papua. Jangan salah, rumah pohon ini bukan rumah pohon biasa, tingginya bisa mencapai 15 hingga 50 meter. Kerennya lagi, ada orang yang tinggal dan menetap di dalamnya.
Orang-orang yang tinggal di rumah pohon itu adalah orang Papua asli, suku Korowai. Suku ini menempati kawasan hutan sekitar 150 kilometer dari Laut Arafura.
Korowai adalah suku yang keberadaannya baru saja ditemukan sekitar 35 tahun lalu di pedalaman Papua oleh misionaris Belanda Johanes Veldhuizen. Suku ini mendiami wilayah Kaibar, Kabupaten Mappi, Papua. Populasi mereka saat ini mencapai sekitar 3.000 orang.
Foto: Flickr |
Rumah pohon suku Korowai adalah bangunan yang sangat unik. Suku Korowai membangun rumah di atas pohon supaya tidak terganggu dari serangan binatang buas dan juga gangguan dari roh jahat. Suku ini takut terhadap serangan “laleo” atau iblis yang kejam.
Konon katanya laleo merupakan makhluk yang berjalan layaknya seperti mayat hidup dan berkeliaran pada malam hari. Sebutan laleo ditujukan untuk semua orang asing yang tidak termasuk penduduk mereka, bahkan orang-orang Papua lainnya pun bisa disebut dengan julukan laleo. Mereka percaya bahwa semakin tinggi rumah yang mereka buat, maka akan semakin terhindar dari gangguan laleo.
Terlepas dari segala alasan tersebut, suku Korowai begitu menghargai nenek moyangnya. Oleh karena itu, suku ini juga menganggap bahwa rumah tinggi tersebut merupakan warisan dari leluhur yang harus tetap dilestarikan, sehingga mereka akan tetap merasa nyaman dan aman meskipun harus bersusah payah memanjat pohon yang tinggi.
Bahan yang digunakan untuk membuat rumah pohon tersebut berasal dari wilayah rawa dan hutan di sekitar, seperti kayu, rotan, akar, dan ranting pohon. Bahan-bahan sederhana tersebut disatukan menjadi sebuah rumah yang kokoh.
Dalam pembuatan rumah pohon ini, suku Korowai tidak sembarangan saat memilih pohon. Mereka akan memilih pohon-pohon yang besar dan kokoh untuk dijadikan sebagai pondasi rumahnya, kemudian pucuk pohon tersebut digunduli dan dijadikan sebagai hunian rumah mereka.
Semua bahan yang digunakan untuk pembuatan rumah tinggi ini terbuat dari bahan alami, kerangka rumahnya pun terbuat dari batang-batang kayu kecil, sedangkan lantainya menggunakan cabang pohon. Kemudian, mereka memanfaatkan kulit pohon sagu dan daun hutan sebagai dinding dan atap rumahnya. Setelah itu semua bahan tersebut diikat menggunakan tali yang berasal dari ranting atau akar yang kuat.
Biasanya, pembuatan rumah pohon ini bisa memakan waktu sekitar tujuh hari, karena suku ini masih memegang teguh adat istiadat leluhurnya, sehingga sebelum mendirikan rumah tersebut suku Korowai akan melakukan ritual malam terlebih dahulu guna mengusir roh jahat. Rumah pohon ini biasanya hanya bertahan hingga tiga tahun lamanya, hal tersebut dikarenakan rumah mereka hanya menggunakan bahan-bahan alami saja.
Jika berkunjung ke rumah pohon suku Korowai, dari referensi yang kami baca di EcoNusa, kita harus menyusuri hutan yang masih lebat dan liar. Menjaga kelestarian alam adalah tanggung jawab dari suku Korowai karena suku ini sangat peduli dengan alam Papua.
Sepanjang jalan ke wilayah suku Korowai dapat ditemukan satwa-satwa seperti burung urip atau nuri papua, serangga hutan, kupu-kupu hutan, dan bahkan burung cendrawasih yang berkeliaran bebas di hutan tersebut. Pepohonan besar puluhan meter, terik matahari, serta udara yang sejuk akan mengiringi perjalanan kita.
Perjalanan melelahkan agaknya akan terbayar saat kita menikmati rumah pohon yang terlihat cantik dan menempel di pohon dengan ketinggian 15 hingga 50 meter. Kata orang-orang yang sudah berkunjung, saat sudah berada di dalamnya, kita bisa melihat hamparan hutan yang hijau nan lebat.
Suku Korowai hanya turun dari rumah untuk mencari makanan, seperti buah-buahan dan daging. Uniknya, mereka berburu hanya saat sedang lapar. Selain itu, mereka juga tidak pernah menebang pohon sembarangan dan hanya menebang jika diperlukan secukupnya.
Tidak heran walau sudah ratusan tahun suku Korowai menetap di hutan Papua, namun hutannya masih lebat dan terjaga kelestarian flora dan faunanya. Hmm, inilah yang membuat rasa penasaran kami membuncah. Kami ingin merasakan dan melihat langsung kehidupan suku yang masih primitif dengan budaya tradisionalnya yang penuh kearifan lokal di tengah hutan. Menikmati hutan asli dan orang-orang di dalamnya dengan mata kepala kami sendiri.
(Dinar K Dewi)
Takjub dengan suku ini, benar-benar memelihara tanahnya ya
BalasHapusGak kebayang deh kalau bisa berkunjung ke Papua. Pasti seru sekali karena bisa melihat langsung keindahan alam yang jarang di temui di bagian manapun di Indonesia. Terlebih di Raja Ampatnya dengan surga bawah lautnya. Air terjunnya juga masih banyak banget yang alami.
BalasHapus