Utang Oh Utang, Mari Berusaha Lepas dari Godaan Dia
(utang/ilustrasi/foto:pixabay) |
“Janji adalah utang, dan utang membuat banyak janji”. Sebuah celoteh dari seorang pakar keuangan di timeline twitternya. Kata-katanya sederhana, tapi cukup menggelitik saya pagi ini. Bicara soal utang, siapa si orangnya yang gak punya utang hari gini?
Saya yakin sih, masih ada memang orang yang hari gini gak punya utang, tapi saya rasa orang seperti itu bisa dibilang merupakan makhluk langka. Dan sejujurnya, saya ingin sekali bisa menjadi “makhluk langka” itu. Karena, sejujurnya lagi, saya juga masih punya utang KPR yang juga masih menunggu untuk dilunasi. Mudah-mudahan saya kuat dan Tuhan mau menolong saya.
Lho, kenapa saya pake membawa-bawa Tuhan segala? Ya iyalah, saya sangat butuh pertolongan Tuhan untuk menjauhkan saya dari yang namanya utang. Termasuk utang KPR saya itu. Saya butuh Tuhan untuk memberi saya banyak rezeki agar tak sampai berutang untuk memenuhi kebutuhan hidup saya. Saya butuh Tuhan untuk menguatkan iman saya dari godaan nafsu hingga tak bisa membedakan antara keinginan dan kebutuhan.
Sepanjang saya punya ingatan, dulu setahu saya orang akan berutang ketika hidupnya benar-benar kepepet. Gak bisa makan, gak bisa bayar sekolah, gak bisa bayar listrik, gak bisa bayar dokter. Sangat kontras sekali dengan yang terjadi sekarang. Banyak orang berutang bukan karena terdesak oleh kebutuhan hidup. Tapi lebih karena kebutuhan gengsi. Gak percaya? Coba saja lihat catatan bank, leasing-leasing kendaraan bermotor. Siapa saja orang yang punya utang sampai puluhan bahkan sampai miliaran rupiah di dalam pembukuan mereka? Adakah di antara nasabah-nasabah itu yang berutang karena “kepepet” gak bisa makan? Tak bisa makan mewah mungkin iya. Tapi sekadar gak bisa makan untuk hidup, rasanya tidak ada.
Ya,utang, kalau dulu bisa dibilang sebuah “aib”, sekarang utang adalah sebuah budaya. Sampai ada loh seorang ibu yang saya kenal bilang, “Kalau gak berani utang gak bisa punya,”. Alhasil, karena beliau menurut saya cukup berani berutang, sekilas cukup “mentereng” lah kehidupannya. Walaupun, sekali lagi karena saya kenal baik dengan ibu ini, saya tahu sekali bagaimana dia jumpalitan cari uang untuk bisa menutup cicilannya setiap bulan. Bahagiakah? Saya rasa hanya ibu itu dan Tuhan saja yang tau.
Cerita soal manusia dengan utang, banyak terjadi di sekeliling saya. Akan sangat panjang dan memusingkan kalau saya ceritakan satu persatu. Ada yang terpaksa menggadaikan rumahnya untuk menutup utang. Ada yang sampai nyaris bercerai dengan pasangannya karena soal yang satu itu.
Mengerikan? Ya, buat saya sangat mengerikan entah untuk orang lain, karena mungkin saya termasuk orang yang tak berani berutang. Karena saya sangat takut pada efek dari utang itu. Tapi, kalau saya renungkan lagi, rasanya memang berat hidup di zaman serba materialistis seperti saat ini tanpa berutang. Ketika hampir semua hal diukur dari materi. Dari rumah mewah yang dimiliki, jumlah kendaraan yang terparkir di garasi, dari jumlah kunjungan ke mal atau tempat wisata, jumlah up data foto dan status di media sosial, sangat berat. Terlebih ketika penghasilan yang sebenarnya tak menjangkau semua hal itu. Jadilah utang sebagai jalan pintas.
Godaan orang zaman sekarang untuk berutang bisa dibilang sangat banyak kalau tak mau dikatakan buuuaaanyak. Bombastis ya kata-kata saya. Tapi menurut saya, memang begitulah adanya. Kalau tak percaya, coba lah jalan ke mal atau pusat-pusat perbelanjaan. Baru selangkah menjejakkan kaki ke dalam, tak jarang kita akan langsung dihampiri SPG- SPG yang dengan ramahnya menawarkan aneka jenis kartu kredit dengan janji segudang fasilitasnya.
Sebenarnya tak perlu repot-repot jalan ke mal, cukup duduk manis di rumah, tawaran berutang datang bertubi-tubi dengan sendirinya. Lagi enak bengong, pesan pendek tawaran dana tunai berbunyi di telepon genggam. Lagi menyapu halaman, brosur kreditan mobil dan motor berserakan di halaman rumah. Belum lagi tawaran utang cere dari tetangga yang menjajakan daster,kerudung, atau sprei.
Beratkan godaannya? Karena itulah terkadang saya mencoba memaklumi mengapa saat ini banyak sekali orang yang mudah berutang. Walau saya sangat berharap tidak termasuk ke dalam golongan orang yang mudah berutang itu. Oleh karena itulah dengan sekuat tenaga saya selalu berusaha menolak halus setiap SPG yang menghampiri saya menawarkan kartu kredit. Langsung membuang brosur tawaran kredit mobil dan motor ke tempat sampah. Dan berterus terang pada tetangga bila saya lagi tak punya uang atau barang yang dijual sedang tak saya butuhkan.
Mengapa saya bilang sekuat tenaga? Karena memang tak mudah melakukan semua hal yang saya katakan di atas. Sempat juga tergoda mengisi aplikasi kartu kredit. Tapi beruntung nyali saya tak sebesar itu menandatangani pengambilan kartu kredit yang sebenarnya sudah disetujui bank. Sempat juga terpikir menukar mobil tua saya dengan mpv terbaru yang ditawarkan brosur yang mampir ke rumah. Atau pernah juga mengambil cicilan daster yang ditempo pembayarannya 3x, tapi baru satu jam daster itu di rumah hati saya sudah gelisah hingga langsung saya lunasi.
Meski berusaha untuk selalu “sadar”, kadang saya sering juga hampir kepleset. Karena itulah seperti yang saya bilang di awal tulisan ini, kalau saya sangat butuh pertolongan Tuhan. Untuk selalu menjaga saya senantiasa tetap “sadar” dan menginjak bumi. Menjadikan saya manusia yang selalu bisa bersyukur atas apa yang saya miliki. Menjauhkan saya dari sifat iri dengki dan sombong. Melimpahkan saya dengan rezeki halal (termasuk rezeki dari Bukalapak ini) yang banyak, sebanyak godaan yang datang pada saya agar saya tak terjerumus dalam utang baru selain utang KPR saya itu. Dan tentu saja untuk melunasi utang KPR saya itu.
(Dinar K Dewi)
#utang #jeratan utang #hindari utang
Post a Comment